Portalika.com [SURAKARTA] – Museum Radya Pustaka, sebagai museum tertua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1890, menandai usianya yang ke-135 mengadakan perayaan bertajuk “Rajamala Mengembang, Songsong Membentang.”
Acara ini diselenggarakan di halaman utama Museum Radya Pustaka dan berlangsung selama 28 Oktober hingga 2 November 2025, menggandeng Mataya Arts & Heritage serta berbagai komunitas seni dan pelajar Solo Raya.
Perayaan ini menjadi momentum penting untuk menguatkan kembali peran museum sebagai ruang edukasi budaya yang hidup, tempat bertemunya tradisi dan kreativitas generasi muda.
Mengusung figur Rajamala, simbol pelindung bahtera kerajaan Jawa, kegiatan ini menghadirkan semangat keberanian, kebijaksanaan, dan penjagaan nilai budaya di tengah arus perubahan zaman.
Rangkaian pembukaan diawali pertunjukan Topeng Ireng Krido Mudho dari Boyolali dan Tari Topeng Kelana Palimanan oleh penari muda Andhara Qirania Rahma dari Indramayu menggambarkan energi lintas daerah yang menyatu dalam panggung budaya.
Setelah pembacaan lagu Indonesia Raya, acara dilanjutkan dengan dongeng berbahasa Jawa berjudul “Titihan Rajamala” oleh siswa SDN Mangkubumen Kidul, menunjukkan bahwa nilai tradisi dapat hidup melalui suara anak-anak.
Sambutan dari Kepala UPTD Museum Radya Pustaka, Bonita Rintyowati, SS, MM disusul sambutan dan pembukaan Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, Aryo Wdiyatmoko, yang menandai acara dengan penancapan wayang Rajamala, simbol tegaknya semangat pelestarian budaya.
Kehangatan acara semakin terasa dengan Tari Gregah Rajamala oleh Moko Dance Studio dan penampilan gamelan koleksi Museum oleh Sanggar Seni Wiratama, memperlihatkan perpaduan seni tradisi dan semangat muda yang segar.
Pada siang hari, pengunjung disuguhkan paparan konservasi ornamen Rajamala oleh peneliti seni dan konservator Bangkit Supriyadi, serta aksi live painting Rajamala oleh perupa Edy Bonetsky.
Kegiatan ini menjadi jembatan antara seni, ilmu pengetahuan, dan praktik pelestarian yang dapat menginspirasi pelajar untuk melihat museum bukan sekadar ruang pamer, tetapi laboratorium pembelajaran budaya.
Acara sore hari diisi dengan Wilujengan Wuku Pameran Rajamala bersama para sesepuh budaya sebagai ungkapan rasa syukur atas perjalanan panjang museum yang telah menjadi saksi sejarah kebudayaan Jawa.
Panggung Malam “Rajamala Mengembang”
Memasuki malam, suasana museum berubah menjadi panggung kolaborasi lintas daerah. Dimulai dengan Teater Legenda Baturaden oleh Dyo Tesseptà Solo, dilanjutkan Tari Kepyar Kepyar dari Sanggar Sukoasih, Sisi Lain Rajamala oleh Trio A Solo, dan Tari Sesonderan Sarasvati oleh Widiasmara Art Ambarawa.
Malam puncak semakin meriah dengan Tari Topeng Tumenggung Mimi Rasinah (Cirebon), Manikam Rajamala oleh Saka Gallery Indonesia Solo, Gandrung Jejer Jaran Dawuk oleh Manam Jupan Solo, dan ditutup dengan penampilan Gold NiDance Jogjakarta.
Panggung ini menjadi wujud nyata semangat “mengembang dan membentang” menggali akar budaya lokal sekaligus memperluas jejaring lintas komunitas seni Nusantara.
Selain pertunjukan, Museum Radya Pustaka juga menghadirkan Program Edukasi Kreatif (29 Oktober–2 November 2025) meliputi:
- Aksara Jawa Go Digital
- Songsong Perca Motif Rajamala
- Cara Praktis Bikin Konten Keren Pakai Ponselmu
- Membuat Boneka Koleksi “Doll Museum Edition”
- Poster “Selamat Datang di Museumku”
Program ini dirancang untuk menginspirasi pelajar agar mencintai budaya melalui cara yang modern, interaktif, dan menyenangkan. “Melalui edukasi kreatif, kami ingin menumbuhkan rasa memiliki terhadap museum dan budaya sendiri,” ujar Heru Prasetya, Direktur Mataya Arts & Heritage.
Peringatan 135 tahun ini menjadi penegasan bahwa museum bukan sekadar ruang diam, tetapi ruang yang terus berdialog dengan generasi muda. Kepala Museum Radya Pustaka menegaskan, “Rajamala menjadi simbol bagaimana nilai luhur harus dijaga dengan keberanian, dan diwariskan dengan cinta.”
Museum Radya Pustaka berharap kegiatan ini menjadi gelombang baru edukasi budaya, mengajak masyarakat untuk tidak hanya datang melihat, tetapi belajar, berinteraksi, dan mencipta bersama warisan leluhur. (Ariyanto/*)












Komentar