Portalika.com[SOLO] – Sebanyak 5.000 orang diperkirakan bakal mengikuti prosesi ritual kirab malam 1 Sura Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kamis, 26 Juni 2025 malam atau Jumat dini hari. Kirab akan menyusuri beberapa jalan raya di Kota Solo diawali dari Pelataran Kamandungan, Keraton Surakarta.
“Kirab akan dimulai Kamis, 26 Juni 2025 tengah malam, pukul 24.00 WIB sampai kira-kira Jumat, 27 Juni 2025 pukul 03.00 WIB. Seperti biasa kirab pusaka didahului dengan cucuk lampah kebo bule [kerbau albino] keturunan Kyai Slamet,” ujar, Pengageng Parentah Keraton Surakarta, KGPH Adipati Dipokusumo, kepada wartawan seusai Rapat Persiapan Hajad Dalem Kirab Pusaka Malam 1 Sura Dal-1950 di Kagungan Dalem Plataran Sasanahadi Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat belum lama ini.
Menurut dia tujuan dan makna filosofi digelarnya kegiatan itu, agar saat memasuki tahun Dal 1950 (perhitungan tahun Jawa), warga Solo khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, selalu mendapat keselamatan lahir dan batin.
Hanya saja pihaknya belum bisa memastikan jumlah pusaka yang akan disertakan dalam kirab. Sedangkan untuk jumlah kerbau albino atau yang sering disebut kebo bule yang disiapkan untuk mengikuti prosesi kirab, berjumlah lima sampai tujuh ekor.
Kerbau yang menjadi salah satu pusaka Keraton Surakarta dan banyak mendapat perhatian masyarakat saat kirab ini diusahakan tetap ikut kirab.
Menyinggung rute kirab, Dipo mengatakan mulai dari Keraton ke utara melalui Supit Urang, Alun Alun Utara, Benteng Vastenburg, Perempatan Telekom ke timur, Loji Wetan ke selatan.
Sampai Perempatan Baturono Pasar Kliwon belok kanan atau ke barat, sampai Perempatan Gemblegan ke utara menuju Perempatan Nonongan di Jalan Slamet Riyadi ke timur. Sampai Bundaran Gladag belok kanan kembali ke keraton.
“Kalau jalannya lancar prosesi kirab bisa berakhir pada pukul 03.00 WIB. Tetapi kalau jalannya lambat diperkirakan lebih setengah jam,” papar Dipo.
Selain itu dia juga menambahkan terdapat lima ritual tradisi yang akan dijalankan pada malam 1 Sura. Kegiatan tersebut yaitu doa bersama, kirab pusaka, Salat Hajat kagungan dalem di masjid di dalam Keraton Surakarta, semedi atau meditasi di Kawasan Taman Sari Bandengan dan Salat Subuh berjamaah.
Seluruh prosesi ritual spiritual upacara untuk menyambut Tahun Baru Sura ini dilaksanakan dalam satu malam. Seluruh kegiatan selama Bulan Sura di Keraton Surakarta tersebut digelar sesuai dengan arahan Raja Paku Buwono (PB) XIII.
Dipo mengutarakan ada juga beberapa tradisi yang dijalankan berupa labuhan setelah Malam 1 Sura. “Labuhan yang kemudian disebut sebagai labuhan Kiblat Sekawan,” papar dia.
Labuhan Di Gunung Lawu Dan Parangtritis
Menurut dia, labuhan dilaksanakan di beberapa daerah di antaranya di Gunung Lawu, Karanganyar; Pantai Parangkusumo DIY; Gunung Merapi dan Alas Krendowahono di Gondangrejo, Karanganyar. Satu lagi lokasi untuk Labuhan di kawasan Dlepih, Tirtomoyo, Wonogiri, Jateng.
Untuk di Wonogiri ini merupakan salah satu tempat yang pada waktu itu ada kaitannya dengan pendiri atau Dinasti Mataram yaitu Panembahan Senopati yang disebutkan pernah di sana dan kemudian Sultan Agung.
“Kenapa Panembahan Senopati dan Sultan Agung bisa sampai ke sana, itu kita mengambil jarak yang lebih jauh lagi yaitu zaman Kerajaan Kahuripan yang didirikan Airlangga,” ungkap dia.
Dipo menjelaskan, Airlangga bersama dengan pasukan Narotama pernah bersemayam di daerah Wonogiri sebelum kemudian kerajaan-kerajaan di Jawa itu berdiri. Upacara itu untuk memahami tentang perjalanan sejarah tersebut.
Peringatan lainnya yang digelar pada Bulan Sura adalah tentang pengetan adeging atau peringatan berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang diperingati setiap 17 Februari.
Peringatan itu kini sudah memasuki ke-280 tahun. Peringatan itu ditandai dengan Jenang Suran yang dibuat pada peringatan adeging Keraton Surakarta setiap tahun.
Hal lain yang menjadi kegiatan Keraton Surakarta adalah pada Jumat, 20 Juni 2025 yaitu bersamaan dengan tanggap warsa atau ulang tahun ke- 53 permaisuri PB XIII, GKR Paku Buwono.
Karena itu malam harinya diadakan adat umbul donga atau pemanjatan doa yang diikuti kerabat, sentana dan abdi dalem. (Iskandar)
Komentar