Portalika.com [JAKARTA] – Seorang pria berinisial AMA, 29 ditangkap personel Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri atas kasus deepfake video Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah pejabat. Dia ditangkap di Dusun 1 RT 002 RW 001, Kelurahan Bumi Nabung Ilir, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Aji mengungkap, tersangka AMA menggunakan Artificial Intilligence (AI) Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Video itu kemudian disebar tersangka ke media sosial untuk menjaring para korban.
“Isi konten menawarkan bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan,” ungkap Brigjen Pol Himawan dalam konferensi pers, Kamis, 23 Januari 2025.
Baca juga: Sosialisasi Bahaya Link Phishing di Desa Ngelo: Masyarakat Lebih Waspada Terhadap Ancaman Siber
Sebagai literasi dari wikipedia, deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat video atau rekaman audio palsu yang terlihat nyata. Deepfake dapat memanipulasi wajah, suara, atau gerakan seseorang sehingga tampak melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan.
Istilah deepfake merupakan gabungan dari kata “deep learning” dan “fake”. Teknologi ini bekerja dengan menggunakan algoritma deep learning dan jaringan saraf buatan (GAN) untuk menggabungkan gambar, audio, dan rekaman video.
Deepfake dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti: Membuat video edukasi yang menarik, Menghidupkan kembali aktor yang telah meninggal, Menciptakan efek visual yang realistis, Membuat influencer virtual.
Namun, deepfake juga dapat disalahgunakan untuk melakukan penipuan, menyebarkan konten pornografi, dan merusak reputasi seseorang
Menurut Direktur, dalam video tersebut ditulis nomor Whatsapp yang dapat dihubungi oleh tersangka dengan harapan ada calon korban yang menghubungi. Jika ada korban yang menghubungi nomor tersebut, maka akan diarahkan oleh tersangka untuk mengikuti pengisian pendaftaran penerima bantuan.
“Setelah itu, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan beaya administrasi dan kemudian akan terus dijanjikan pencairan dana oleh tersangka hingga korban mentransfer kembali, walaupun sebenarnya dana bantuan tersebut tidak pernah ada,” jelas Direktur.
Dijelaskan Direktur, tersangka mengakui telah melakukan kegiatan penipuan tersebut sejak 2020 sampai dengan 16 Januari 2025. Total, telah ada 11 korban yang terdata dengan setoran uang kepada tersangka AMA berkisar antara Rp250.000 hingga Rp1.000.000.
“Kami masih melakukan pengejaran terhadap satu DPO berinisial FA, karena ini adalah sindikat. Jadi kami tidak akan berhenti sampai di sini,” ujar Direktur.
Penyidikan kemudian menjerat tersangka AMA dengan pasal 51 ayat (1) jo pasal 35 UU No 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan pasal 378 KUHP. (Triantotus)
Komentar