Hamid: Perkuat Peran Dan Anggaran BMKG Untuk Hadapi Bencana Kekeringan

banner 468x60

Portalika.com [WONOGIRI] – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Indonesia mengalami kekeringan mulai bulan Juni 2023 imbas adanya Indian Ocean Dipole (IOD) dan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang telah melewati tahap netral. Pergerakan ENSO dan IOD yang sama-sama menguat ke arah positif pada bulan Juni 2023, mempengaruhi kondisi Indonesia menjadi lebih kering daripada fenomena El Nino atau IOD positif yang terjadi sendiri.

Anggota DPR RI asal PKS, Hamid Noor Yasin, Jumat, 9 Juni 2023, menyatakan pada tahun 2019, pernah terjadi El Nino lemah yang diikuti oleh IOD positif kuat yang menyebabkan kekeringan parah selama bulan Juli sampai Oktober 2019. Sebagian besar Sumatra, Jawa-Bali-NTB-NTT, Kalimantan dan Papua mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal.

banner 300x250

Sebagian wilayah bahkan hanya menerima curah hujan sebesar <30% dari normal. Jumlah kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga mengalami lonjakan yang tinggi. Keseluruhan kerusakan dan kerugian ekonomi pada delapan provinsi yang terdampak mencapai Rp 77 triliun, menurut laporan World Bank.

Baca juga: Terapkan KTR, UNS Terima Penghargaan Pastika Upakara Winarya Prasiddha

Menurutnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) BMKG dengan Komisi V DPR RI pada 8 Juni 2023, terungkap bahwa beberapa provinsi yang diprediksi curah hujannya akan sangat rendah, yaitu di bawah 20 milimeter berturut-turut sejak bulan Juni sampai November 2023 adalah Jawa Timur dan Lampung. Komisi V DPR RI, ujarnya, meminta agar BMKG melakukan mitigasi berupa modifikasi cuaca dengan hujan buatan pada daerah-daerah yang sangat rendah tersebut.

Portalika.com/Ist

Anggota DPR daerah pemilihan Wonogiri, Karanganyar dan Sragen, mengatakan terungkap juga bahwa modifikasi cuaca selama ini merupakan hasil kerja sama antar Kementerian/ Lembaga, yaitu anggaran bersumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sedangkan BMKG dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertanggung jawab terhadap aspek saintifik. Sedangkan pesawat untuk membawa bahan semaian garam berasal dari TNI Angkatan Udara.

Dalam RDP tersebut terungkap juga bahwa pada tahun 2023 kekurangan atau backlog anggaran BMKG adalah sebesar Rp388 miliar, sedangkan pada tahun 2024 backlog-nya malah semakin meningkat menjadi Rp999,91 miliar. Backlog tersebut mengakibatkan tidak terpenuhinya kerapatan jaringan aloptama (alat operasional utama) dalam rangka antisipasi bencana hidrometeorologi, sarana pendukung cuaca iklim dan gempa bumi serta dukungan operasionalnya.

BMKG juga mengungkapkan bahwa gunung berapi tidak menjadi ruang lingkup wewenangnya melainkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di bawah Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KemenESDM). Hal ini menjadi kendala bagi BMKG karena tsunami salah satu penyebabnya adalah gunung berapi seperti terjadinya tsunami di Selat Sunda pada tahun 2019.

Karena tidak ada data gunung berapi ini, BMKG tidak dapat memberikan peringatan dini. Sampai sekarang, data gunung berapi ini belum juga diperoleh BMKG. Mencermati hal di atas, Hamid mendesak agar Pemerintah memperkuat peran dan menambah anggaran BMKG.

Portalika.com/Ist

Menurutnya, penguatan dilakukan karena pemanasan global telah nyata terjadi dan membawa dampak pada menyusutnya lapisan salju abadi puncak Pegunungan Jayawijaya yang pada tahun 2025 diprediksi BMKG akan habis esnya sehingga mempengaruhi tata air di wilayah Papua. Kenaikan suhu global saat ini sudah mencapai 0,9 derajat Celcius sehingga menimbulkan bencana di mana-mana.

BMKG harus diperkuat perannya untuk mengkoordinasikan modifikasi hujan terhadap Kementerian/Lembaga di atas karena teknologi hanya dapat dilakukan jika masih ada hujan yakni dengan cara mengendalikan hujan agar bisa dijatuhkan di tempat yang jadi sasaran, misalnya di waduk atau bendungan yang berfungsi sebagai cadangan air saat kemarau atau kekeringan.

Jika menunggu sampai kemarau tiba, maka modifikasi cuaca tidak dapat dilakukan karena tidak ada lagi modal dasarnya yaitu awan yang membentuk hujan. Anggaran BMKG pun harus ditambah agar aloptama di atas dapat tersedia secara optimal untuk mengantisipasi bencana kekeringan ini.

Selain itu, berkaitan dengan peringatan dini tsunami, Hamid mengingatkan sesuai dengan Perpres No 93 tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Pasal 6, penyediaan dan penyebaran informasi gempa bumi tektonik dan peringatan dini tsunami dilakukan oleh BMKG. Di wilayah-wilayah yang banyak memiliki gunung api laut, terdapat potensi tsunami nontektonik atau atypical, dengan waktu datang gelombang tsunaminya 2 sampai 3 menit (tsunami cepat), mendahului berbunyinya sirine peringatan dini. Oleh karena itu, Hamid juga meminta agar BMKG juga harus diberi wewenang untuk memantau gunung-gunung berapi di seluruh Indonesia. (Triantotus)

Komentar