Portalika.com [TRENGGALEK, JATIM] – Angka perkawinan anak yang masih cukup tinggi di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur menjadi perhatian khusus bagi tokoh inspiratif penggerak pemberdayaan perempuan, Novita Hardini, SE, ME.
Ketua Tim penggerak PKK Kabupaten Trenggalek itu, Selasa, 1 Agustus 2023, menjelaskan berhasil menekan angka perkawinan anak usia dini secara signifikan.
Novita Hardini menegaskan seluruh kader terus bergerak membangun komitmen di semua lini PKK sampai pada tingkat dasa wisma untuk mewujudkan Desa Nol Perkawinan Anak serta aktif menggelar kampanye pencegahan perkawinan anak di elemen organisasi masyarakat, forum perempuan, forum anak, forum pemerintah desa dan kabupaten.
Baca juga: Bengawan UV UNS Raih Prestasi Internasional Di FIRA Roboworld Cup and Summit 2023 Jerman
Novita Hardini yang juga inisiator Program Sepeda Keren (Sekolah Perempuan Disabilitas, Anak, dan Kelompok Rentan Lainnya), menambahkan pencegahan perkawinan anak menjadi tanggung jawab bersama.
Konsistensi praktek baik dalam mensejahterakan hak anak inilah yang akhirnya bisa membawa Kabupaten Trenggalek mengalami penurunan angka perkawinan anak dari tahun 2021 sebesar 7.67% menjadi 3.80% di tahun 2022 dan menjadi 2,1% pada semester 1 tahun 2023 ini.
“Cegah perkawinan anak sendiri merupakan komitmen bersama antara pemerintah daerah, perangkat daerah terkait, tokoh agama, pengadilan agama dan beberapa pihak terkait lainnya. Semuanya sepakat untuk membuat SOP perkawinan usia anak,” ujarnya.
Menurutnya, tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada anak. “Kalau dulu cegah perkawinan anak ini, masyarakat merasa dihalang halangi dan sekarang ini tidak. Para orang tua sudah banyak yang sadar bawasannya undang-undang perkawinan anak menetapkan batas usia minimal diperbolehkan dalam perkawinan itu 19 tahun.”
Novita menjelaskan guna menunjang hal tersebut Pemkab Trenggalek telah membentuk pusat pembelajaran keluarga yang berfungsi memberikan edukasi pola pengasuhan yang benar dan sebagainya.
Setiap anak yang mau menikah dengan alasan apapun, ujarnya, wajib dilakukan assesment oleh Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang diasuh oleh psikolog dari Dinas Sosial. Kemudian kepala desa boleh mengeluarkan formulir N1 kalau sudah ada rekomendasi dari Puspaga. Upaya ini dirasa cukup sangat efisien mencegah perkawinan anak.
“Hari ini, Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek dipilih untuk menceritakan best practice apa saja yang Trenggalek telah lakukan untuk menekan angka perkawinan usia anak di Kabupaten Trenggalek,” tutur Novita Hardini kepada awak media.
“Saya, mewakili Tim Penggerak PKK Kabupaten, sambungnya menambahkan, “menceritakan beberapa inovasi dan langkah strategis yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKK. Tidak hanya ketika saat ini, tapi sejak tahun 2019 sudah menjadi perhatian kami tentang bagaimana memberikan kemerdekaan yang benar-benar merdeka bagi anak anak.” Imbuh tokoh perempuan itu.
Bagaimana pandangannya terhadap isu pernikahan usia anak, dia menjawab “Bagi saya, ilmu pengetahuan itu adalah kunci, karena saya adalah salah satu anak yang pernah dipaksa oleh orang tua untuk menikah guna mengangkat derajat ekonomi keluarga. Namun saya yakin tanpa ilmu dan pengetahuan, derajat kemiskinan yang akan meningkat. Bagi seluruh anak diluar sana, kita harus pahami, bahwa kita tidak butuh siapapun selain diri kita sendiri untuk bisa membantu masa depan kita. Maka dari itu tujuan utamanya haruslah meningkatkan kapasitas diri, supaya bisa menjadi pelindung bagi kita sendiri kedepannya.” (Rudi Sukamto)
Komentar