Portalika.com [WONOGIRI] – Dosen Prodi Hukum Tata Negara Staimas, Wonogiri, Ruslina Dwi Wahyuni, SSos, MAP, CPM menegaskan kenapa ada korupsi? Dia menyatakan korupsi.ada yang salah dalam diri pelakunya, yaitu moral tidak kuat.
Moral menjadi benteng keimanan kurang kuat, kurang jujur, rasa malu rendah. Selain itu sikap atau perilaku gaya hidup mewah, konsumtif, iri dan serakah menjadikan seseorang jadi koruptor.
Penyataan Lina disampaikan saat menjadi salah satu narasumber dalam Sosialisasi Antikorupsi bagi Pimpinan DPRD dan Anggota DPRD, Selasa, 23 Oktober 2024 di Ruang Graha Paripurna DPRD Kabupaten Wonogiri.
Hadir dalam agenda itu, Ketua DPRD Wonogiri Sriyono, SPd, Pj Sekda Wonogiri FX Pranata AP, MHum, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Wonogiri Sugeng Ahmady, Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Wonogiri Suryo Suminto, anggota DPRD Kabupaten Wonogiri serta Kepala OPD terkait.
Selain Ruslina hadir sebagai pembicara lainnya yaitu Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah, Ipung Heswara Y, Ak Ca, QRMP dan Jaksa fungsional di Bidang Pidsus Kejari Wonogiri, Hafidh Fathoni, SH.
Sriyono menyampaikan kondisi saat ini pencapaian pemberantasan korupsi di Kabupaten Wonogiri mengalami penurunan sangat tajam.
“Saya pikir era pembangunan pada era sekarang mengalami perbedaan kalau kita perhatikan di medsos teriakan-teriakan korupsi kita semakin kuat dan IPK kita malah semakin turun. Hari ini rekan-rekan semua mengikuti kegiatan sosialisasi antikorupsi ini dalam rangka untuk menaikkan IPK kita dalam memberantas korupsi. Semoga kita belajar banyak pada hari ini dan di rumah kita DPRD ini menjadi tempat yang bersih bebas dari korupsi,” ujar Sriyono.
Sedangkan FX Pranata mengemukakan pelaksanaan sosialisasi antikorupsi pada lingkup legislatif dimaksudkan sebagai upaya membangun kesadaran bersama untuk mencegah korupsi dan memitigasi risiko terjadinya korupsi.
Lina memberikan banyak materi seputar korupsi, penyebab dan strategi pemberantasannya. Dia mengemukakan korupsi dari bahasa latin corruptio yang artinya busuk atau rusak.
“Berdasarkan definisi ransparancy Internasional, korupsi merupakan perilaku pejabat publik, politikus, pegawai negeri, yang secara tidak wajar atau ilegal dengan memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat kekuasaan dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka,” jelas perempuan, Penyuluh Anti Korupsi itu.
Lina menuturkan secara fakta indeks persepsi korupsi (IPK) 2023, Indonesia berada pada skor 34 dan berada pada peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei.
Dari situ, ujarnya, menunjukkan bahwa IPK Indonesia belum membaik dan terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi. Negara Indonesia merupakan negara luas, strategis dan kaya raya dengan berbagai macam potensi sumber daya yang ada.
“Namun, masih banyak ketimpangan yang ada, masih banyak rakyat kekurangan ekonomi, keterbatasan akses pendidikan, tempat tinggal dan lain sebagainya,” tambah dia.
Lina merasa miris mendengar berita yang sering muncul bahwa banyak kasus korupsi merajalela, tidak memandang usia, terjadi di semua daerah, semua level kehidupan dengan beragam modus dan kompleksitas.
Menurutnya, morupsi sudah seperti jaring laba-laba yang terus masuk ke dalam celah berongga sehingga akan membutuhkan upaya yang luar biasa dalam pencegahannya.
Dia menegaskan muara dari persoalan korupsi adalah hilangnya atau kurangnya pemahaman 9 nilai integritas antikorupsi. “Sembilan nilai itu agar mudah dipahami kami jargonkan Berjumpa di kertas yaitu berani, jujur, mandiri, peduli, disiplin, kerja keras, tanggung jawab, adil dan sederhana. Kenapa jargon itu? Karena agar kita mudah ingat sebab sehari-hari kita dapati kertas-kertas yang nantinya akan kita pertanggungjawabkan,” terang Lina.
Lantas bagaimana memberantas korupsi? Berikut 4 strateginya, pertama Don’t want to corrupt dengan ada efek jera, kedua can’t corrupt melalui perbaikan sistem, ketiga Dare not to corrupt – by education atau membangun nilai dan keempat partisipasi masyarakat.
Adapun tips pencegahan korupsi yakni, pantang terlibat tindak pidana korupsi, berlatih untuk berintegritas, pilih aksi atau ajak orang lain untuk melakukan hal yang sama, dengan membiasakan yang benar dan tidak membenarkan yang biasa.
“Dengan pilih aksi, edukasi dan mengajak orang lain, sebagai upaya seperti menanam benih yang lama kelamaan jika terus disiram akan tumbuh batang pohon dan berbuah yang terus terbentuk circle anti korupsi,” tegasnya. (Nadhiroh/*)
Komentar