Mahfud MD Sebut Kejakgung Tak Akan Berani Bongkar Korupsi Di Pertamina Tanpa Izin Presiden

banner 468x60

Portalika.com [SOLO] – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM pada kabinet Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Prof Dr Mahfud MD yakin Kejaksaan Agung (Kejakgung) saat membongkar kasus korupsi tata niaga minyak mentah di Pertamina telah meminta izin ke Presiden Prabowo Subianto.

Karena itu dia mengapresiasi Presiden Prabowo yang telah memberi izin Kejakgung dalam membongkar megakorupsi tata kelola minyak yang melibatkan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga.

banner 300x250

“Menurut saya Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden. Oleh sebab itu, saya juga mengapresiasi Bapak Presiden membiarkan kejaksaan itu bekerja. Apapun motifnya kalau ada motif politik ya terserah, tapi hukum tegak,” papar Mahfud menjawab pertanyaan wartawan di Kampus Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo, Jateng, Kamis, 27 Februari 2025.

Baca juga: Korupsi Di Pertamina, Kerugian Sekitar Rp193,7 Triliun

Pada Kamis kemarin Unisri menggelar Seminar Nasional Autocratic Legalism dalam Sistem Demokrasi. Selain Mahfud hadir sebagai pembicara masing-masing Ketua Komisi Yudisial 2016-2018 yang juga guru besar Universitas Muhammadiyah Surakarta, Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari SH Mhum dan Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof Dr Adi Sulistyono, SH, MH dengan opening speech Dekan Fakultas Hukum Unisri Dr Dora Kusumastuti, SH, MH.

Seperti diketahui Kejagung telah menahan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di Pertamina, setelah mereka diperiksa sebagai tersangka. Direktur Penyidikan Jampidsus (Dirdik) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut dua tersangka baru itu adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga berinisial MK dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga berinisial EC.

Sebelumnya ada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Empat di antaranya merupakan petinggi di subholding PT Pertamina dan tiga lainnya dari swasta.

Gara-gara korupsi di Pertamina tersebut negara kira-kira rugi Rp193,7 triliun. Diduga korupsi dilakukan antara tahun 2018 sampai 2024.

Terkait itu, Mahfud menyebut Undang Undang tentang Perampasan Aset sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kerugian negara. Sepengetahuannya, rancangan undang-undang ini telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Para pembicara seminar dan panitia seminar Berfoto bersama di Unisri, Solo, Jateng, Kamis, 27 Februari 2025. (Portalika.com/Iskandar)

Dia menilai Undang Undang Perampasan Aset itu masih diperlukan. “Sudah ada di dalam Prolegnas, sudah masuk di dalam progres. Mudah-mudahan itu bisa didahulukan karena itu masih penting pun misalnya banyak yang dilakukan undang-undang,” kata dia.

Di bagian lain Mahfud mengatakan penangkapan tersangka korupsi tata kelola minyak ini merupakan kabar menggembirakan bagi masyarakat. Apalagi kalau dilihat nilai korupsi itu sangat fantastis.

“Kejaksaan Agung itu selalu mendapat penilaian terbaik. Asal dilindungi dan diberi peluang oleh atasan untuk melakukan tindakan,” papar dia.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini berharap keberanian Kejakgung dalam menangani kasus besar seperti ini menjadi awal yang baik dalam penegakan hukum di Indonesia.

“Ini mungkin sebuah permulaan dari langkah-langkah untuk selanjutnya akan dilakukan dan ini perlu dilakukan oleh Presiden. Nah mari kita tunggu,” tegas Mahfud.

Lebih lanjut dia juga mengajak masyarakat untuk tetap objektif dalam menilai kinerja pemerintah, khususnya dalam pemberantasan korupsi. “Jangan sampai nihilistik, seakan-akan yang dilakukan pemerintah itu salah terus, tidak ada gunanya. Ini ada gunanya. Ada gunanya,” tandas dia.

Band Sukatani
Menyinggung kasus pelarangan band asal Purbalingga, Sukatani yang tengah menjadi sorotan pascapermintaan video maaf mereka kepada Kapolri viral di media social akhir-akhir ini, Mahfud menegaskan tidak ada yang salah atau melanggar hukum dalam kasus lagu band Sukatani yang berjudul Bayar Bayar Bayar.

“Soal membayar SIM kan sudah rahasia umum. Yang keliru dan bisa dibidik itu kalau pasal pencemaran nama baik. Misalnya kalau band Sukatani menulis lirik lagu misal Kapolres X bernama si Fulan melakukan pemerasan pemohon SIM,” papar dia mengapresiasi Propam Mabes Polri yang memeriksa oknum reserse Polda Jateng yang menggelandang personel Sukatani dari Banyuwangi ke Mapolda Jateng.

Di bagian lain Rektor Unisri, Prof Dr Sutoyo mengatakan tema seminar nasional bertajuk Autocratic Legalism dalam Sistem Demokrasi ini dipilih untuk membahas berbagai persoalan hukum dan demokrasi yang tengah menjadi sorotan di Tanah Air.

Dia menilai saat ini masih banyak permasalahan dalam penegakan hukum, baik dari segi aturan, aparat penegak hukum, maupun pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Negara kita menganut sistem demokrasi Pancasila, namun ada beberapa hal yang perlu dikritisi, seperti intervensi terhadap kebebasan dan munculnya ketakutan berlebihan di kalangan penegak hukum dalam sistem hukum kita. Oleh karena itu, seminar ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia,” kata dia. (Iskandar)

Komentar