Portalika.com [JAKARTA] – Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina mengundang perhatian berbagai pihak. Skema korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina seringkali bersifat sistematis.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia, Azmi Syahputra dalam wawancara bersama RRI, Rabu, 26 Februari 2025 mengatakan, kasus ini diduga melibatkan sejumlah broker dan perusahaan yang bekerja sama dengan pihak internal Pertamina.
Azmi menambahkan dalam kasus ini, ada indikasi manipulasi regulasi sejak 2018 untuk mengondisikan pasar minyak dalam negeri. “Ini kan selalu ada pensiasatan-pensiasatan, kalau tidak diawasi dengan ketat, BUMN bisa menjadi ladang kejahatan,” ujarnya.
Baca juga: Berikut Nama Dan Jabatan 7 Tersangka Di Pertamina
Menurutnya, dari peraturan Menteri ESDM tahun 2018, mereka sudah mengatur skema tender agar keuntungan bisa dimaksimalkan. Diperkirakan negara mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun akibat skema korupsi ini.
Selain itu, rakyat ikut dirugikan karena kenaikan biaya distribusi energi yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Untuk itu, ia menilai hukuman yang diberikan harus setimpal agar memberikan efek jera.
“Kalau memang perlu, ya dihukum mati saja, ini bukan sekadar korupsi, tapi kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat,” kata Azmi.
Menurutnya, hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa kompromi dalam proses pengadilan.
Azmi menyatakan sering kali penyidikan dan penuntutan sudah maksimal, tapi di pengadilan justru melemah. Lebih lanjut, pemerintah harus mengevaluasi pengawasan di seluruh sektor BUMN, terutama di bidang energi.
“Bahwa transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam tata kelola perusahaan negara. Dan kita harus apresiasi kejaksaan yang mampu mendeteksi kasus ini, menjadi momentum bagi kita untuk membenahi pengawasan di Pertamina,” ucap Azmi. (RRI/Erlita Zahrah)
Editor: Heris
Komentar