Portalika.com [KARANGANYAR] – Ketekunan dan keberanian melangkah rupanya menjadi bagian penting bagi seseorang yang ingin terjun menjadi wirausaha. Hal ini juga dialami pemilik usaha pakaian jas dengan bendera Jassolo, bernama Resdian Chandra Purnomo SE.
Tokonya berada di depan Palur Plaza, Palur, Jaten, Karanganyar, Jateng. Usaha yang awalnya hanya coba-coba karena dia pernah di-resign-kan dari tempat kerjanya ini, sekarang moncer mendapat pesanan dari seorang desainer asal kota mode dunia, Prancis.
Sebelumnya dia memang berharap Jassolo tidak hanya terkenal dan bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia saja. Dia ingin produknya menjadi brand yang bisa dinikmati di luar negeri.
Baca juga: 22 Desainer Siap Ramaikan WNF Di Sriwedari
“Kita sudah mulai, yang terakhir ada desainer dari Prancis yang datang ke tempat saya ini. Mungkin dia pas ke Indonesia tapi dia dari sana sudah menghubungi ingin melihat langsung ke sini,” ujar Chandra ketika ditemui media di tokonya, Sabtu, 28 September 2024.
Dia menjelaskan relasinya ini mengetahui Jassolo dari Instagram, dan ingin berkunjung ke tempat usahanya. Karena itu ketika dia berlibur di Bali beberapa waktu lalu desainer Prancis itu mampir ke Palur dengan keluarga dan membawa beberapa temannya.
Saat ini desainer itu sedang memroses desain jas pesanannya dan nanti hasil desainnya akan dikirim ke Jassolo untuk dieksekusi pembuatannya. Rencananya pesanan itu akan ditampilkan pada fashion show di Prancis.
“Bentuk kerja samanya putus. Jadi dia punya desain diserahkan ke kami terus kami produksi kemudian kita kirim ke sana dengan brand-nya beliau. Sekarang ini juga sedang dalam persiapan desain logonya menyesuaikan pasar di sana,” ungkap laki-laki alumni Fakultas Ekonomi Keuangan Unsoed, Purwokerto, Jateng ini.
Saat ditanya pesan dia kepada generasi muda, dia berharap mereka berani mencoba usaha yang diingini. Dia melihat saat ini trennya banyak anak muda yang terjun di dunia bisnis.
Sehingga generasi Z sekarang ini dinilai sudah sangat familier banyak terobsesi untuk menjadi pebisnis yang hasilnya luar biasa. Bahkan Chandra yang juga anggota Hipmi dan Kadin ini tak segan banyak belajar dari para pengusaha muda.
“Mereka semangatnya bagus tapi ada hal yang perlu diasah. Kalau mau berbisnis, idealnya sudah pernah bekerja lebih dulu. Setidaknnya kita sudah pernah bekerja beberapa tahun supaya meraskan bagaimana situasi bekerja,” kata dia.
Memanusiakan Karyawan
Sebab bagi mereka yang mempunyai pengalaman bekerja akan berbeda dengan mereka yang belum mempunyai pengalaman. Dengan pengalaman kerja sebagai karyawan, staf dan sebagainya seseorang akan tahu bagaimana seharusnya berbisnis dengan orang yang bekerja di tempat usahanya.
Jadi ketika menjadi seorang pebisnis atau seorang owner yang punya karyawan, bisa tahu bagaimana supaya karyawan lebih produktif. Karyawan menjadi lebih baik kerjaya dan bagaimana cara lebih memanusiakan karyawan.
Dia mengaku sering melihat di beberapa tempat karyawan sering kali mengeluh kerja siang-malam, lembur tidak dibayar dan banyak keluhan-keluhan lainnya. Untuk itu leadership dan manajerial perusahaan penting baginya.
Karena itu dalam sepekan kadang siang-siang toko tutup sebentar dia bersama staf makan bareng di suatu tempat. “Kadang keluar kota, kadang mereka diajak di hotel. Menurut saya reward kepada karyawan tak harus diberikan setiap akhir bulan.”
“Misalnya kadang hari ini kinerja karyawan si A atau si B bagus, maka hari itu juga langsung dikasih reward. Dengan demikian ada chemistry atau kedekatan pemilik dan karyawan. Karena pengusaha tanpa karyawan dan staf maka bukan siapa-siapa. Perusahaan ini bisa berhasil bukan karena kerja keras saya. Tetapi ada banyak orang-orang yang membantu di situ,” tegas Chandra.
Selanjutnya dia merencanakan buka outlet di kota-kota besar seperti di Semarang, Jakarta, Jogja, Surabaya tapi belum dieksekusi. Karena untuk membangun bisnis di tempat baru perlu persiapan banyak hal.
Otodidak
Menurut dia kalau cuma menyiapkan produk itu gampang. Sepekan dua pekan bisa selesai. Tapi untuk menyiapkan SDM itu tidak mudah.
Ketika ingin membuka outlet di suatu tempat maka SDM sudah harus benar-benar menguasai apa yang dia kerjakan. Bukan hanya masalah desain dan product knowledge, masalah manajerial juga harus ditangani orang-orang terbaik.
Karena itu tak sekadar punya modal buka tempat baru terus pasang produk dan sembarang orang kita tempatkan di situ. Ini kurang baik untuk jangka panjang dan sulit berkembang.
Menyinggung awal mula keterampilan bikin jas Chadra mengaku otodidak. Dia bukan desainer tapi mungkin dari kecil suka hal-hal yang berbau keterampilan tangan.
“Jadi zaman SMP, SMA saya sudah biasa diminta tetangga bikin hiasan janur dan hiasan-hiasan lainnya. Basic saya bukan desainer, saya tidak pernah belajar desain secara khusus, saya belajar desain otodidak. Saya belajar dari teman-teman, setiap hari bertemu dengan kain berbagai ukuran. Bahkan kita sering sharing ketemu teman-teman desainer, mereka kasih masukan,” papar dia yang pernah dagang batik ini.
Harga Bervariasi
Soal kisaran harga pihaknya mempunyai harga yang variatif. Awalnya Jassolo menyediakan jas ready stock Rp1 juta sampai Rp2,5 juta satu stel.
Sekarang pihaknya mengembangkan membuat brand baru yang siap di-launching untuk menyerap market ready jas satu stel mulai harga Rp500.000-an.
Pihaknya juga melayani custom bahan dari Jassolo dibanderol Rp1 juta per satu stel. Demikian pula kalau customer bawa bahan sendiri ongkosnya mulai Rp1 juta juga sudah dapat.
Menurut dia sukses usahanya dipengaruhi berbagai hal di antaranya dia selalu ingat dengan kata-kata ayahnya ketika masih kecil. “Mimpi itu seperti kita menanam biji, kalau setiap hari kita siram dia akan tumbuh. Selain itu boleh dibilang owner Jassolo itu saya, tapi secara menajerial adalah istri. Istri saya cukup mumpuni untuk urusan manajerial,” kata dia sambil mengutarakan istrinya, Marlena Setyawati SH, MKn adalah seorang notaris. (Iskandar)
Komentar