
Dalam jalinan interaksi sosial yang kompleks, kedekatan dan rasa hormat seringkali berada di persimpangan jalan yang krusial. Konsep “menjaga jarak,” seringkali disalahpahami sebagai tindakan pengasingan, pada hakikatnya merupakan fondasi penting dalam memelihara martabat dan kesopanan dalam hubungan antar individu.
Intimitas yang berlebihan, tanpa disadari, dapat mengikis batasan profesional dan personal yang esensial. Hal ini berpotensi mereduksi rasa saling menghargai, membuka celah bagi perilaku yang kurang pantas, serta mengaburkan nuansa kesantunan yang telah lama dibangun. Oleh karena itu, menyeimbangkan kedekatan dan jarak menjadi seni tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat, sebuah keterampilan yang menuntut kepekaan dan kesadaran diri.

Dalam konteks berbahasa, misalnya, kita dapat mengimplementasikan konsep menjaga jarak melalui penggunaan bahasa yang santun, menghindari humor yang berlebihan atau berpotensi menyinggung, dan mempertahankan sikap sopan tanpa harus mengorbankan kehangatan. Esensi filosofis yang perlu diinternalisasi adalah bahwa penghormatan sejati tidak diukur dari seberapa dekat jarak fisik atau emosional kita dengan seseorang, melainkan dari kualitas komunikasi, gestur penghargaan yang tulus, serta kesadaran mendalam akan martabat individu tersebut.
Dengan demikian, jarak bukanlah penghalang bagi keakraban, melainkan justru menjadi perisai yang melindungi rasa hormat. Kita dapat menjalin hubungan yang dekat dan hangat, sembari tetap menjunjung tinggi martabat masing-masing dan mempertahankan kesopanan. Ingatlah, kedekatan yang ideal adalah kedekatan yang terukur, yang menghormati batas dan menjaga kehangatan tanpa melanggar kesantunan. (*)
*) Dosen Staimas Wonogiri
Komentar