Portalika.com [JAKARTA] – Sepanjang tahun 2023, Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) menerima pengaduan pelanggaran hak anak sebanyak 2.656 kasus. Terdapat 391 anak menjadi korban kekerasaan seksual dan mengalami hambatan keadilan.
Bentuk hambatan keadilan seperti penanganan hukum yang berlarut serta terbatasnya akses korban terhadap layanan pemulihan di daerah. Selain itu korban juga mendapatkan ancaman atau intimidasi.
Pernyataan itu disampaikan dua Komisioner KPAI dalam rilisnya. Keduanya, Dian Sasmita, Komisioner Kluster Anak Berhadapan Hukum (ABH), Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Aris Adi Laksono, Komisioner Kluster Pendidikan.
Menurut keduanya, KPAI adalah lembaga nasional hak asasi manusia yang bertugas untuk melakukan pengawasan pelaksanaan sistem perlindungan anak di Indonesia. Oleh karenanya KPAI memandang perlu untuk memberikan respon pada kasus tersebut. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak menjadi prioritas digunakan.
Kasus TPKS yang terjadi di Pekanbaru dan dialami oleh anak usia TK, jelasnya, sangat memprihatinkan. Pendidikan usia dini difokuskan untuk membangun fondasi kualitas anak bangsa dengan mendukung tumbuh kembang anak sesuai tahap perkembangannya.
“Dibutuhkan lingkungan pendidikan yang aman bagi anak, termasuk bebas dari segala bentuk kekerasaan,” katanya.
Jumlah murid PAUD yang biasanya belum sebanyak SD dan durasi pendidikan yang pendek, tentunya membutuhkan sistem pengawasaan yang tidak rumit. Sehingga terjadinya kekerasaan seksual di lingkungan PAUD menjadi koreksi bagi dinas pendidikan terkait mekanisme pengawasan dinas untuk memastikan setiap lingkungan pendidikan bebas dari kekerasaan.
“,Tak terkecuali, tanggung jawab sekolah untuk memastikan anak-anak tidak mengalami dan melakukan kekerasaan. Pihak sekolah dan dinas pendidikan juga wajib mendukung proses hukum agar berjalan cepat dan tuntas,” tutur Aris Adi Laksono.
Sedangkan Dian Sasmita, menyampaikan bahwa penanganan TPKS dengan anak korban dan anak konflik hukum masih usia di bawah 12 tahun harus merujuk UU SPPA No. 11 tahun 2012 dan PP 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 tahun.
Menurutnya, kepolisian tetap melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Peran aktif pekerja sosial, petugas kemasyarakatan penting untuk membantu penyidik mengungkap situasi kerentanan anak apa saja sehingga anak dapat melakukan kekerasan.
Dian menyatakan UPTD PPA harus terlibat untuk memfasilitasi upaya pendampingan dan dukungan pemulihan secara berkelanjutan bagi anak. Termasuk menyediakan bantuan hukum dan rehabilitasi medis baik fisik maupun psikis.
“Pelibatan tenaga profesi seperti psikolog juga sangat penting untuk rehabilitasi anak, baik korban maupun anak berkonflik hukum. Termasuk untuk penguatan keluarga atau orang tua anak,” jelasnya.
Menurutnya, kKlekerasaan anak dapat terjadi dimana saja. Oleh karenanya, upaya edukasi pencegahan kekerasan harus dilakukan pemerintah daerah terus menerus di lingkungan pendidikan dan pengasuhan.
Masyarakat perlu ditingkatkan pemahamannya tentang jenis-jenis kekerasaan dan bagaimana melakukan respon yang terbaik untuk anak. (Ariyanto)
Komentar