Portalika.com [SURAKARTA] – Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, sering kali dikenal sebagai “silent killer” karena gejalanya yang tidak terdeteksi dalam waktu lama namun memiliki dampak serius terhadap kesehatan. Salah satu dampak paling berbahaya dari hipertensi adalah meningkatnya risiko terkena stroke. Stroke, yang terjadi ketika aliran darah ke otak terhambat atau terganggu, bisa menyebabkan kerusakan permanen pada fungsi tubuh dan bahkan kematian. Mengapa kita perlu memahami hipertensi lebih dalam? Karena hipertensi adalah faktor risiko utama bagi terjadinya stroke. Dengan memahami hipertensi, kita dapat mengenali tanda-tanda awal dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk menghindari konsekuensi yang fatal.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi mempengaruhi lebih dari 1,13 miliar orang di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi pada orang dewasa diperkirakan mencapai 34,1%. Dari jumlah ini, sekitar 60% di antaranya tidak sadar bahwa mereka mengidap hipertensi, karena gejalanya yang sering tidak tampak jelas. Ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi hipertensi sejak dini dan mencegah dampaknya yang lebih serius, termasuk stroke.
Hipertensi dapat terjadi karena berbagai faktor, baik yang bersifat primer (utama) maupun sekunder (disebabkan oleh kondisi medis lain). Pada hipertensi primer, tekanan darah tinggi berkembang tanpa penyebab yang jelas, meskipun faktor genetika, gaya hidup, dan pola makan berperan besar dalam perkembangannya. Faktor-faktor seperti konsumsi garam berlebih, kurangnya aktivitas fisik, merokok, dan stres kronis dapat memperburuk kondisi ini. Sedangkan hipertensi sekunder terjadi akibat kondisi medis lain seperti gangguan ginjal, gangguan hormon, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Baca juga: Mewaspadai Hipertensi di Indonesia: Menyusun Strategi Penanganan yang Efektif
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko hipertensi, baik hipertensi primer maupun sekunder, yaitu,
- Terdapat anggota keluarga biologis yang mengidap tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskular, atau diabetes.
- Berusia di atas 55 tahun.
- Memiliki berat badan berlebih (overweight) atau obesitas.
- Jarang berolahraga.
- Mengonsumsi makanan tinggi garam secara berlebihan.
- Merokok atau menggunakan produk tembakau.
- Minum terlalu banyak alkohol.
Untuk mendiagnosis hipertensi, dokter akan melakukan anamnesis (wawancara medis) mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien dan keluarga terlebih dahulu. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, mulai dari pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, laju nadi, laju napas, suhu), dan pemeriksaan jantung dengan menggunakan stetoskop. Guna mengonfirmasi tekanan darah pasien, dokter menggunakan alat pengukur tekanan darah dengan memakaikan manset lengan tiup. Hasil pengukuran tersebut akan dilihat berdasarkan kategori tekanan darah berikut ini:
- Optimal: Sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg.
- Normal: Sistolik 120–129 mmHg dan/atau diastolik 80–84 mmHg.
- Normal tinggi: Sistolik 130–139 mmHg dan/atau diastolik 85–89 mmHg.
- Hipertensi derajat 1: Sistolik 140–159 mmHg dan/atau diastolik 90–99 mmHg.
- Hipertensi derajat 2: Sistolik 160–179 mmHg dan/atau diastolik 100–109 mmHg.
- Hipertensi derajat 3: Sistolik >= 180 mmHg dan/atau diastolik >= 110 mmHg.
- Hipertensi sistolik terisolasi: sistolik ≥140 mmHg dan diastolik <90 mmHg.
Bagi pasien yang terdiagnosis hipertensi, dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebabnya. Pemeriksaan tersebut, di antaranya:
- Pemantauan tekanan darah ambulasi, untuk memeriksa tekanan darah pada waktu yang teratur selama 24 jam.
- Tes laboratorium, pemeriksaan ini mencakup tes darah dan tes urine, untuk memeriksa kadar kolesterol dan gula darah, serta fungsi ginjal, hati, dan tiroid.
- Elektrokardiogram, untuk mengukur aktivitas listrik jantung.
- Ekokardiogram, pemeriksaan menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar terperinci dari jantung yang berdetak.
Pencegahan hipertensi dan risiko stroke dimulai dengan perubahan gaya hidup yang lebih sehat. Mengurangi konsumsi garam, meningkatkan aktivitas fisik, berhenti merokok, serta mengurangi stres adalah langkah-langkah penting untuk menjaga tekanan darah tetap normal. Selain itu, pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pengelolaan faktor risiko seperti obesitas dan diabetes sangat dianjurkan untuk mencegah hipertensi dan komplikasinya. Jika hipertensi telah terdiagnosis, pengobatan yang tepat dan disiplin dalam mengonsumsi obat yang diresepkan dapat membantu mengendalikan tekanan darah dan mengurangi risiko terkena stroke. Dengan kesadaran yang lebih tinggi dan tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat menghindari dampak buruk hipertensi dan stroke yang dapat mengancam kualitas hidup.
Bersama-sama, kita bisa mengurangi beban penyakit hipertensi dan stroke, serta menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan terlindungi.
Sumber :
Widyawati, 2021. Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung, Gagal Ginjal, dan Stroke
https://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/hipertensi-penyebab-utama-penyakit-jantung-gagal ginjal-dan-stroke
Rokom, 2019. Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190517/5130282/hipertensi-penyakit-paling-banyak-diidap-masyarakat/
Addiena, 2025. Hipertensi Bisa Jadi Ancaman di Balik Stroke dan Penyakit Jantung, Jangan Abaikan!
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-hipertensi
Promkes Sardjito,2018.Pencegahan Penyakit Hipertensi Dengan Gaya Hidup Sehat Dan Peningkatan Pengetahuan Tentang Hipertensi
Penulis: Henrek Miko Lenzu, 3242072
Editor: Tri Wahyudi
Komentar