Portalika.com [SOLO] – Calon Walikota Solo, nomor urut 2 Respati Ardi, makan siang bersama puluhan warga Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo di warung makan “Bu Neneng” Selasa, 19 November 2024.
Kesempatan bertemu dengan calon Walikota Solo tersebut, dimanfaatkan sejumlah warga, untuk menyampaikan sejumlah masukan dan aspirasinya dalam memajukan kampung mereka khususnya dan Kota Solo pada umumnya.
Ketua RW XI Kerten, Fitrah mewakili warganya, mengajukan usul pembuatan sertifikat tanah dari sebuah gudang, yang sudah ditempati warga sekitar 45 tahun.
“Warga mengusulkan untuk bisa dibuatkan sertifikat, karena ini perencanaan untuk jalan. Jalan kan cuma kecil, jadi asas manfaatkan lebih, kalau dikasihkan warga langsung. Karena jalan depan ada, jalan belakang juga ada, ini jalan-jalan buntu,” kata Ketua Fitrah RW XI Kerten.
Usai makan siang bersama, didampingi sejumlah warga, calon Walikota Solo, nomor urut 2 Respati Ardi mendatangi dan melihat langsung gudang yang ditempati warga di daerah wilayah Kerten, Laweyan.
Selain melihat gudang sebagai rumah warga, yang berjumlah sekitar 50-an Kepala Keluarga (KK) tersebut, Respati Ardi juga memperkenalkan diri dan menyalami warga yang ditemuinya.
Kepada pengurus RW dan warga Kerten tersebut, Respati Ardi mengatakan, akan mengupayakan keinginan warga, dengan berkomunikasi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Penyertifikatan tanah, yang sebenarnya akses jalan, tapi para pekerja dari sebuah gudang yang sudah lama, sejak tahun 1979. Warga ingin kepastian biar aman untuk ditinggali. Nanti kita upayakan dari pihak yang berwenang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), apakah itu memungkinkan untuk penyertifikatan,” kata Respati Ardi di sela-sela melihat rumah warga.
Respati Ardi juga sempat berkunjung ke rumah warga yang tak jauh dari warung makan “Bu Neneng” yang memproduksi timbangan tradisional atau kodok ada juga yang menyebutkan timbangan pasar/timbangan meja.
Ronny pemilik produksi timbangan tradisional, mengatakan dalam sehari rata-rata bisa membuat 30-40 timbangan dengan harga sekitar Rp 300.000/timbangan. Pesanan timbangan tradisional tersebut, datang tak hanya dari Kota Solo dan sekitarnya tetapi juga dari Surabaya, Banjarmasin dan Lombok.
Usaha timbangan yang dirintis sejak tahun 1982, sekarang produksinya pindah di daerah Banturan, Karanganyar, sedangkan di Kerten hanya khusus untuk pengecatan.
Ronny mengungkapkan, usahanya saat ini, tidak seramai dulu, yang dalam seminggu mampu produksi 300-400 timbangan, tetapi sekarang hanya sekitar 100-150 timbangan. Hal ini karena saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan timbangan digital.
“Untuk saat ini produksi timbangan memang sangat berkurang. Dulu seminggu 300-400 biji sekarang 100-hingga 150 biji, ungkap Rony. (Ariyanto/*)
Komentar