Portalika.com [WONOGIRI] – Anggota DPR RI, Drs Hamid Noor Yasin, MM meminta pemerintah memberikan solusi komprehensif tentang tingginya beaya logistik dan anjloknya Logistics Performance Index (LPI) Indonesia tahun 2023. Tidak seharusnya pemerintah terus mencari kambing hitam, menyalahkan kondisi geografis Indonesia yang sudah merupakan anugerah Tuhan yang tak dapat diubah lagi, karena ketidakberdayaan pemerintah mencari solusi.
Dia menilai masih tingginya beaya logistik dan menurunnya kinerja logistik Indonesia saat ini bukan hanya diperbaiki dengan infrastruktur dan penyederhanaan layanan dengan platform sistem elektronik. Meskipun infrastruktur mencatat kenaikan indeks, kenyataannya infrastruktur konektivitas dan transportasi masih mengalami berbagai masalah.
“Misalkan belum adanya kesinambungan jaringan jalan trans pulau, belum optimalnya angkutan barang kereta api, masih terbatasnya kapasitas bandara, belum memadainya fasilitas pelabuhan, belum optimalnya peran angkutan penyeberangan dalam menghubungkan pulau-pulau, serta belum seimbangnya supply-demand. Misalkan kapal yang mengirimkan muatan persediaan [supply] yang banyak atau penuh ketika kembali seringkali kosong atau tidak penuh karena permintaan [demand] yang tidak sama,” kata anggota DPR RI Dapil Jateng IV meliputi Kabupaten Wonogiri, Karanganyar dan Sragen, Selasa, 13 Juni 2023.
Baca juga: Terhenti 2 Tahun Pembangunan Masjid Baiturrahim, Polsek Pracimantoro Sumbang 10 Zak Semen
Anggota Komisi V dari PKS ini juga mengevaluasi infrastruktur jalan tol yang berbayar yang jauh lebih banyak dibangun pemerintah saat ini ketimbang jalan nasional yang gratis. Hasilnya dapat dilihat, Tol Trans-Sumatra tidak dilewati kendaraan di Sumatra yang lebih banyak untuk logistik perkebunan karena lebih mahal. “Jelas beaya logistik menjadi lebih tinggi jika harus melewati jalan tol.”
Menurutnya,.penyederhanaan layanan melalui satu pintu untuk menekan beaya logistik dengan platform sistem elektronik memang solusi bagus. Namun, tandasnya, yang harus diutamakan adalah perbaikan ekosistem logistik melalui penyederhanaan birokrasi serta integrasi sistem tersebut dengan upaya pemberantasan korupsi serta pungutan liar (pungli).
Dia meminta jangan sampai ada celah sedikitpun untuk praktik korupsi dan pungli meskipun sudah menggunakan platform sistem elektronik. Selain itu, Hamid memandang regulasi tentang logistik saat ini sudah tidak kondusif. Peraturan Presiden (Perpres) No 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional sudah tertinggal 10 tahun lamanya dan harus dievaluasi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Menururnya, Undang-Undang (UU) bidang logistik juga perlu dipikirkan sebagai regulasi yang lebih umum karena komponen transportasi sebagai bagian dari sistem logistik justru sudah diatur dalam bentuk UU, di antaranya UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No 17/2008 tentang Pelayaran, dan UU No 1/2009 tentang Penerbangan.
Khusus terkait beaya logistik sektor kelautan, Hamid meminta dilihat secara keseluruhan sebagai sebuah jaringan pelabuhan. Perbedaan kinerja pada masing-masing pelabuhan saling mempengaruhi beaya logistiknya, tidak dapat berdiri sendiri.
Dia contohkan pelabuhan A mungkin bagus, pelabuhan B tidak bagus, A bongkar muat satu hari, B bongkar muat harus menunggu tiga hari. Secara keseluruhan maka dihitung beaya logistik dari pelabuhan A ke B atau sebaliknya adalah tinggi. Agar beaya logistik pelabuhan dapat ditekan, maka dapat dilakukan dengan cara memperpendek port stay atau waktu berlabuhnya kapal di pelabuhan. Artinya, semakin lama kapal parkir di pelabuhan, semakin mahal juga beaya yang dikeluarkan, serta mengakibatkan terganggunya aktivitas kapal lain yang akan berlabuh.
Lebih lanjut Hamid, menjelaskan kinerja logistik perdagangan Indonesia masih tertinggal dari negara-negara anggota ASEAN. Pemerintah masih menyalahkan kondisi geografis Indonesia yang begitu luas dan berbentuk kepulauan.
Hamid menyitir ucapan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam suatu diskusi tentang Sistem Indonesia National Single Window (SINSW), menyatakan pemerintah beralasan tidak mudah bersaing dengan negara-negara ASEAN yang kondisi geografisnya relatif kompak, kecil, dan tidak serumit Indonesia. Populasinya juga lebih kecil.
Baca juga: Hamid: Perkuat Peran Dan Anggaran BMKG Untuk Hadapi Bencana Kekeringan
Pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah, di antaranya dengan membangun jalan tol. Tidak ketinggalan berbagai pembangunan bandar udara dan pelabuhan. Sudah 8 tahun terakhir digelontorkan anggaran Rp2.779,9 triliun untuk membangun infrastruktur tersebut. Namun, beaya logistik di Kalimantan dan pulau-pulau lain masih 30%, Sumatera 20%, jauh lebih tinggi dibandingkan Jawa atau Jakarta yang hanya 12%.
Beaya logistik Indonesia yang masih mahal itu juga kalah kompetitif dibandingkan negara tetangga di ASEAN maupun negara emerging market lainnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), beaya logistik Indonesia pada kuartal pertama tahun 2021 mencapai 23,5% dari PDB.
Dengan rincian yaitu 8,9% biaya inventori, 8,5% transportasi darat, 2,8% laut, 2,7% administrasi, dan 0,8% beaya lainnya. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Singapura (8%) dan Malaysia (13%).
Selain dari beaya logistiknya, Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada tahun 2023 ini benar-benar anjlok. Dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63, turun 17 peringkat dari peringkat ke-45 pada tahun 2018. Kinerja logistik Indonesia kalah jauh dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, bahkan kalah dari Filipina dan Vietnam.
Indeks yang dikeluarkan Bank Dunia ini dihitung dari enam aspek, yakni bea cukai, infrastruktur, kualitas dan kompetensi logistik, ketepatan waktu pengiriman, kemampuan melacak kiriman serta pengiriman internasional. Dua dari indikator tersebut, yakni bea dan cukai serta infrastruktur mencatat kenaikan indeks.
Sementara empat indeks lainnya turun terutama timelines atau ketepatan waktu pengiriman yang turun tajam. Hamid menyayangkan, terhadap masalah tersebut, pemerintah hanya fokus pada solusi infrastruktur dan penyederhanaan layanan untuk menekan beaya logistik melalui platform lembaga nasional single window (LNSW). Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan meluncurkan LNSW generasi kedua. Tujuannya memastikan layanan benar-benar dilakukan satu pintu. (Triantotus)
Komentar