Portalika.com [SOLO] – Jika cucuk lampah kirab pusaka Pura Mangkunegaran dilakukan salah seorang putra almarhum Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IX, Paundrakarna Jiwo Suryonegoro, cucuk lampah kirab Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dilakukan tujuh ekor kebo bule atau kerbau albino.
Rombongan kebo bule ini diyakini merupakan keturunan kebo Kyai Slamet yang juga salah satu pusaka Keraton Kasunanan Surakarta. Mereka masih mampu menjadi magnet perhatian warga.
Jika kirab pusaka Pura Mangkunegaran digelar Minggu, 7 Juli 2024 sekitar pukul 19.00 WIB, kirab Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dilaksanakan Minggu malam. Rombongan kebo bule itu mulai keluar dari pelataran Kamandungan, Keraton Kasunanan sekitar pukul 23.30 WIB.
Baca juga: Keraton Kasunanan Dan Mangkunegaran Bakal Kirab 1 Sura Hari Minggu Malam
Sebelum keluar dari Lawang Gapit Utara, enam kebo dewasa dan satu pedhet atau kebo anakan ini transit di Pelataran Kamandungan. Sehingga selepas dari kandang di Alun Alun Selatan, kebo ini digiring sejumlah pawang menuju Kamandungan menunggu upacara di dalam keraton selesai.
Sambil menunggu upacara selesai, tujuh ekor kebo ini diberi makan ubi jalar. Keberadaan mereka menjadi tontonan ribuan warga dari berbagai daerah yang berjejal memadati Pelataran Kamandungan.
“Oh… ini ta kebo bule yang disertakan kirab. Ternyata masih ada yang anakan ya,” papar salah seorang warga Sragen, Jateng, Gunawan, 23, kepada temannya sambil mengabadikan keberadaan kebo dengan telepon selulernya.
Kehadiran tujuh ekor kebo di Kamandungan selain diasertai beberapa pawang juga dijaga ketat sejumlah petugas. Mereka membatasi lautan manusia yang menyaksikan kirab pusaka agar waspada.
Karena perangai kebo bisa tak terduga sehingga bisa membahayakan ribuan warga yang melihat. “Awas hati-hati dua kebo ini ada yang galak. Warga yang mengenakan kain merah agar tidak berjajar di barisan depan,” ujar salah seorang petugas mengingatkan warga.
Karena warna merah diyakini bisa memicu kebo beringas tak terkendali. Setelah upacara di dalam keraton selesai kirab dimulai dan tujuh kebo tersebut menjadi cucuk lampah atau berjalan paling depan diikuti sejumlah pusaka keraton lainnya. Rombongan kirab keluar keraton melalui Lawang Gapit Lor menuju Supit Urang.
Tak Gunakan Flash
Selanjutnya kirab masuk Alun-Alun Utara menuju kawasan Gladag. Di Perempatan Gladag ini ribuan masyarakat berdesakan mengabadikan kirab tersebut.
Dari Gladag kirab berjalan ke utara (Jl. Jenderal Sudirman) sampai Perempatan Telekom belok kanan (Jl. Mayor Kusmanto) mentok Loji Witan, belok ke kanan lagi menyusuri Jalan Kapten Mulyadi. Sesampai di Perempatan Baturono kirab belok ke kanan menyusuri Jl Veteran.
Sampai di Perempatan Gemblegan, kirab belok ke kanan atau utara menyusuri Jl Yos Sudarso sampai Perempatan Nonongan belok kanan atau ke timur sampai Perempatan Gladag belok ke kanan atau selatan masuk Jl Pakoe Boewono terus ke Pagelaran, kembali ke keraton.
Pada rute kirab sejauh kira-kira 7 kilometer tersebut jalan yang dilalui dijaga sejumlah keamanan. Selain dari kepolisian sejumlah perguruan pencak silat dan ormas juga ikut mengamankan jalur tersebut.
Mereka sering kali mengingatkan warga yang melihat di sepanjang jalan tersebut jika mengambil gambar atau memotret kebo tidak menggunakan flash. Dikhawatirkan jika menggunakan flash akan mengejutkan kebo-kebo tersebut.
Selain itu mereka yang mengenakan pakaian merah disarankan tidak berdiri di depan. Petugas meyakini warna merah tak disukai kebo-kebo itu dan bisa memicu perilaku beringas.
“Silakan mereka yang menggunakan pakaian merah tidak berdiri di depan. Jangan sampai terlihat kebo, selaian itu warga yang melihat di tepi jalan agar berdiri sejenak,” ujar sejumlah petugas yang jalan di depan rombongan kebo mengingatkan masyarakat yang nonton. (Iskandar)
Komentar