Portalika.com [SURAKARTA] – Sifilis, sebuah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum, telah menunjukkan tren peningkatan yang signifikan di Indonesia. Dalam periode lima tahun terakhir, jumlah kasus sifilis meningkat pesat dari 12.000 pada 2017 menjadi hampir 21.000 kasus pada tahun 2022. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat total 20.783 kasus sifilis yang dicatat sepanjang tahun 2022. Provinsi Papua mencatat jumlah kasus tertinggi dengan 3.864 kasus.
Di antara sepuluh provinsi dengan jumlah pasien sifilis terbanyak, Jawa Barat menduduki peringkat kedua dengan 3.186 kasus, diikuti oleh DKI Jakarta dengan 1.897 kasus. Data menunjukkan bahwa rata-rata penambahan kasus per tahun berkisar antara 17.000 hingga 20.000 kasus, mengindikasikan adanya masalah kesehatan masyarakat yang serius di tanah air.
Gejala sifilis dapat bervariasi tergantung pada stadium penyakit. Pada stadium awal (sifilis primer), biasanya muncul luka kecil yang tidak menyakitkan di area genital. Sementara pada stadium kedua, gejala seperti ruam kulit, demam, dan pembengkakan kelenjar getah bening dapat muncul. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat berkembang ke stadium tersier, yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada sistem saraf dan organ vital lainnya.
Baca juga: Obesitas pada Anak: Ancaman Kesehatan Serius yang Bisa Dicegah dengan Pola Hidup Sehat
Faktor risiko utama penularan sifilis antara lain hubungan seksual yang tidak aman, kontak langsung dengan luka yang terinfeksi, dan penularan dari ibu ke anak selama kehamilan. Untuk diagnosis, metode yang digunakan meliputi tes darah dan tes PCR untuk mendeteksi keberadaan bakteri. Pengobatan umumnya melibatkan pemberian antibiotik, dengan penisilin sebagai pilihan utama.
Pencegahan sifilis menuntut kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemakaian kondom saat berhubungan seksual, pemilihan pasangan yang sehat, dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Mengingat dampak serius dari penyakit ini, penanganan yang tepat dan kesadaran akan risiko penularan adalah langkah penting untuk mencegah penyebarannya di masyarakat.
Penulis: Arif Nugraha STIKES Surakarta
Editor: Tri Wahyudi
Komentar