Bupati Trenggalek Gelar Ritual Kirab Mahesa Guna Nyadran Dam Bagong

banner 468x60

Portalika.com [TRENGGALEK, JATIM] – Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin menjelaskan Nyadran Dam Bagong merupakan perwujudan rasa syukur warga lingkungan sekitar dan petani yang dialiri oleh aliran Sungai Dam Bagong.

“Mereka bersyukur karena sebelumnya Trenggalek merupakan rawa-rawa tandus yang kering ketika musim kemarau dan banjir ketika musim penghujan,” jelasnya.

banner 300x250

Rangkaian Nyadran Dam Bagong, jelas Bupati sudah dimulai pada Rabu malam, dan hari sakralnya Nyadran Dam Bagong sendiri dilaksanakan pada Jumat besok. Menurut Bupati, nyadran akan menjadi agenda tahunan.

Baca juga: Ratusan Pelajar Hadiri Seminar Anti Radikalisme Pemkab Trenggalek

Kirab Mahesa sendiri merupakan sebuah rangkaian acara kirab kerbau yang diperuntukkan Nyadran Dam Bagong yang menjadi salah satu bagian sakral adat budaya yang dilestarikan oleh masyarakat di Kelurahan Ngantru, Trenggalek.

Portalika.com/Rudi Sukamto

Bupati menyampaikan prosesi acara kali ini terbilang baru karena sebelum-sebelumnya tidak ada. “Kita mencoba melakukan rekonstruksi kembali sejarah kenapa Nyadran Dam Bagong itu digelar. Kalau dulunya akadnya Menak Sopal meminjam Gajah Putih milik Mbok Roro Krandon itu akan dikembalikan, namun akhirnya disembelih sebagai syarat membangun Dam Mbagong, masyarakat Krandon sudah ikhlas Gajah itu disembelih karena manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas.”

Dari sini kedua, desa ini coba dirangkaikan karena menjadi asal usul dari upacara adat Dam Bagong. Keduanya coba dikolaborasikan sehingga kerbau untuk nyadran disinggahkan semalam di Desa Kerjo. Juga ada beberapa rangkaian kegiatan dilakukan disana.

Dari Kerjo kemudian kerbau atau Mahesa di kirab menuju Pendopo Manggala Praja Nugraha Trenggalek. Lalu di kirab kembali ke Tlatah Mbagongan (Dam Bagong) yang ada di Kelurahan Ngantru, Trenggalek.

Upacara kirab sendiri dikemas dalam adat jawa menarik, ada arisan bregodo yang menyerahkan Mahesa kepada Bupati, kemudian bupati menyerahkan kembali kerbau ini untuk dibawa ke Dam Bagong berikut dengan peralatan sembelihnya.

“Kita merekonstruksi ulang tetapi dengan nilai yang baru dan pendekatan yang baru. Yang direkonstruksi ulang, dulu Menak Sopal meminjam Gajah dari Mbok Roro Krandon. Ternyata dari akad pinjamnya dengan kenyataannya itu berbeda,” jelas Arifin.

Hari ini kita mencoba melebur itu. Menurutnya masyarakat Desa Kerjo sudah ikhlas bahwa dulu Gajah yang dipinjam itu memang betul punyanya Mbok Roro Krandon dan nyatanya memang digunakan untuk sesuatu yang saat ini manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, yaitu Dam Bagong.

“Maka daripada itu, ini diniati sedekahan. Kerbau yang di arak mulai dari Desa Kerjo, Kecamatan Karangan sampai ke pendopo. Kemudian dari pendopo nanti diarak kembali ke Ngantru, kemudian dilakukan penyembelihan. Besok dilakukan adat Nyadran Dam Bagong,” ujarnya.

Nyadran Dam Bagong berawal dari tokoh yang bernama Menak Sopal dengan membangun sebuah Dam atau bendungan kecil di area Bagongan, tanah yang dulunya tandus ketika kemarau dan banjir ketika hujan menjadi areal persawahan yang subur.

Sedangkan cerita-cerita lain di balik pembangunan Dam ini, menyembelih Gajah Putih yang pada waktu itu milik Mbok Roro Krandon, menjadi cikal bakal upacara adat nyadran sekarang. Cuma hewan yang disembelih dari Gajah digantikan dengan seekor kerbau. (Rudi Sukamto)

Komentar