Portalika.com [SURAKARTA] – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014–2024) menorehkan capaian monumental melalui pembangunan infrastruktur berskala besar, seperti jalan tol Trans-Jawa, pelabuhan internasional, bandara di wilayah terpencil, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kebijakan ini dirancang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, dan mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju. Dengan memperkuat konektivitas fisik, distribusi barang, jasa, dan mobilitas manusia menjadi lebih lancar, sekaligus membuka potensi ekonomi lokal.
Teori Spillover Effect menjadi landasan kebijakan ini, di mana pembangunan infrastruktur di satu wilayah memicu efek limpahan ke sektor lain. Contoh nyata adalah pertumbuhan UMKM di sekitar rest area jalan tol, peningkatan investasi di daerah terpencil, dan penciptaan lapangan kerja selama dan pasca-proyek. Data Kementerian PUPR mencatat, hingga 2024, panjang jalan tol yang beroperasi mencapai 2.835 km, meningkat signifikan dari 1.185 km pada 2014. Pelabuhan seperti Patimban dan bandara seperti NYIA di Yogyakarta juga mempercepat konektivitas logistik dan pariwisata.
Tantangan di Balik Keberhasilan
Meski berhasil meningkatkan konektivitas, kebijakan ini menghadapi sejumlah kendala. Banyak proyek terhambat akibat pembiayaan, dengan beberapa bahkan mangkrak karena kurangnya integrasi dengan strategi ekonomi lokal. Ketimpangan pemanfaatan juga mencolok: Pulau Jawa menikmati manfaat maksimal, sementara kawasan timur seperti Papua dan Maluku masih tertinggal. Laporan Kementerian Keuangan 2024 menunjukkan, utang luar negeri untuk proyek infrastruktur mencapai Rp1.200 triliun, menimbulkan risiko fiskal jangka panjang jika tidak dikelola dengan cermat.
Isu lingkungan juga menjadi sorotan. Alih fungsi lahan untuk proyek infrastruktur kerap memicu deforestasi dan kerusakan ekosistem. Misalnya, pembangunan KEK di beberapa wilayah menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat adat. Selain itu, banyak proyek kurang produktif karena minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, seperti jalan tol yang belum terhubung optimal dengan sentra ekonomi lokal.
Era Prabowo: Menyusun Arah Baru
Memasuki pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kesinambungan pembangunan infrastruktur menjadi prioritas strategis. Pemerintah baru perlu mengevaluasi efektivitas proyek warisan Jokowi, tidak hanya dari jumlah, tetapi juga dampaknya terhadap produktivitas ekonomi rakyat. Ekonom UI, Dr. Faisal Basri, menyarankan fokus pada kualitas proyek, dengan memprioritaskan wilayah tertinggal dan sektor yang mendukung ekonomi lokal, seperti agribisnis dan pariwisata.
Rekomendasi penting meliputi:
Evaluasi proyek mangkrak: Prioritaskan kelanjutan proyek berdasarkan potensi wilayah dan kebutuhan sektoral.
Infrastruktur digital dan SDM: Bangun konektivitas digital dan tingkatkan kapasitas SDM untuk mendukung infrastruktur fisik.
Refinancing utang: Susun strategi pengelolaan utang untuk menjaga stabilitas fiskal.
Penguatan sinergi: Perkuat koordinasi pusat-daerah untuk memastikan proyek terintegrasi dengan ekonomi lokal.
Kebijakan ramah lingkungan: Terapkan standar lingkungan yang ketat untuk meminimalkan dampak ekologis.
Menuju Infrastruktur Inklusif
Warisan infrastruktur Jokowi telah meletakkan fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi, namun tantangan seperti ketimpangan, utang, dan dampak lingkungan menuntut pendekatan baru. Pemerintahan Prabowo memiliki peluang untuk merestrukturisasi kebijakan ini agar lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan. Dengan sinergi yang lebih baik, fokus pada kualitas, dan perhatian pada kebutuhan masyarakat, infrastruktur dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berpihak pada rakyat.
Kesimpulan
Pembangunan infrastruktur era Jokowi mendorong konektivitas dan pertumbuhan ekonomi, tetapi tantangan seperti beban utang, ketimpangan, dan dampak lingkungan perlu segera diatasi. Pemerintahan Prabowo harus melanjutkan warisan ini dengan strategi yang lebih holistik, memastikan manfaat infrastruktur dirasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Penulis: Marliza F., Vanessa Pascalia K., Nanda Nabila P., Anggita P. S., Muhamad Ibnu R., Ridho M (Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Slamet Riyadi Surakarta)
Editor: Tri Wahyudi
Komentar